Pada hari biasa, semut kayu merah lebih aktif berada di luar sarang untuk mengumpulkan masakan. Semut kemudian istirahat di dalam sarang pada malam hari. Namun, dikala terjadi gempa termasuk pada kisaran 3,2 magnitude sekitar 32 kilometer dari sarang, semut tidak kembali pada malam hari.
Para peneliti menemukan, semut kembali melaksanakan aktifitas seperti sedia kalanya satu hari sesudah gempa. Para peneliti lalu berdiskusi terkait kemungkinan semut mampu memprediksi gempa dengan jaringan pengamatan mereka.
Para peneliti ini mengatakan bila perilaku dan reaksi semut saat pergi jauh dikala gempa cukup signifikan, maka jaringan amatan semut niscaya mempunyai sebuah sistem. Sistem ini memungkinkan prediksi gempa dengan waktu yang cukup sebelumnya.
Peneliti menyampaikan, semut kayu merah mampu mendeteksi perubahan konsentrasi karbon dioksida (CO2) yang meningkat dari dalam kerak bumi. Konsentrasi gas ini memang diketahui berubah sebelum terjadi gempa.
Semut pun diduga dapat merekam gerak halus, elektromagnetik dan pergerakan lempengan tanah. Meski pun dalam skala mikro yang terjadi di dalam kerak bumi.
Gabriele Berberich, salah satu peneliti utama dari University Duisburg-Essen, Jerman mengatakan, mereka akan mencoba merencanakan studi kembali terhadap semut ini di tempat dengan kegiatan tektonik yang aktif. Ini dilakukan untuk memastikan aktifitas semut tersebut dalam menghadapi 'tantangan' di daerah lempengan aktif.
Baca Juga:
- Saintis Pertama Sekaligus Penemu Kamera Ternyata O...
- Aktivitas Otak yang Menakjubkan Ketika Sedang Shal...
- Cara Memperbaiki Kartu Memori Yang Rusak
Komentar
Posting Komentar